Rabu, 24 Agustus 2011

Syafaatku Bagi Yang Mengucap Laa Ilaaha Illallaah


Hb Munzir Sabda Rasulullah saw :
Sungguh telah kukira wahai Abu Hurairah (ra) bahwa tiada yang menanyakanku mengenai hadits ini yang pertama darimu, dari apa-apa yang kulihat atas penjagaanmu pada hadits ini, yang paling bahagia dengan syafaatku dihari kiamat adalah yang mengucap Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan Selain Allah) ikhlas dari hatinya dan dirinya” (Shahih Bukhari)

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. ( QS. Ibrahim : 7 )
Maka dekatlah kepada Yang Maha memiliki dunia dan akhirah, Maha menjauhkan segala apa yang kita risaukan karena Allah subhanahu wata’ala siap memberikan semua itu kepada yang dikehendaki-Nya, maka mohonlah dan ketuklah gerbang kedermawanan Allah, kasih sayang-Nya diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang meminta. Jika mereka mendapatkan kesulitan di dunia, maka sungguh kesulitannya akan diperkecil dan segera dibukakan bagi mereka kemudahan di dunia dan akhirah. Demikianlah Allah melimpahkan keberkahan kepada ummat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

اَللّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“ Ya Allah berilah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada Ramadhan”
Wahai pemilik Rajab, wahai pemilik Sya’ban, wahai pemilik Ramadhan, Engkaulah Yang melimpahkan anugerah-anugerah besar di bulan-bulan ini melebihi bulan-bulan lainnya, maka sertakan nama-nama kami semua berada diantara kelompok yang mendapatkan anugerah besar zhahiran wa bathinan. Ya Allah, nama yang teragung yang memulai segenap keluhuran, nama Yang Maha berhak memberikan segala kebahagiaan, Yang Maha membatasi atau tidak membatasinya, sungguh Allah subhanahu wata’ala Maha memberi tanpa mempedulikannya lagi, Maha memaafkan tanpa mempertanyakannya lagi, Maha mengangkat derajat tanpa mempedulikan hamba-Nya meskipun ia adalah pendosa besar namun jika Allah ingin mengangkat derajatnya maka ia akan berubah menjadi orang yang sangat mulia, sebagaimana firman-Nya :

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ( QS. Al Furqan : 70 )
Mereka yang berbuat dosa kemudian bertobat dan meninggalkan kehinaan menuju keluhuran meninggalkan dosa-dosa semampunya menuju hal-hal yang lebih luhur, serta memohon pengampunan atas dosa yang masih ia perbuat dan belum mampu ia tinggalkan, maka Allah mengganti seluruh dosa mereka menjadi pahala. Adakah yang lebih dermawan dari Allah, kesalahan diganti dengan pahala?! Maka kuatkanlah makna kalimat لا إله إلا اللهdalam hatimu, karena tidak ada yang bisa membuat kesalahan, kejahatan, dan kehinaan berubah menjadi pahala kecuali Allah. Mereka yang berdosa lalu bertobat, beriman kemudian berbuat baik maka Allah ganti kesalahan-kesalahan mereka dengan pahala. Adakah Yang lebih berkasih sayang dari-Nya?, maka Allah subhanahu wata’ala bertanya kepada hamba-Nya dalam firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ، الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ

“Wahai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang”. ( QS. Al Infithaar : 6-7 )
Tidak ada yang lebih dermawan dari Allah subhanahu wata’ala yang telah menciptakan kita dengan penciptaan yang sempurna. Semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan kepada kita rahasia kemuliaan bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan, rahasia kemuliaan malam dan siang yang terpendam di dalamnya rahasia keluhuran Allah yang tidak kita ketahui dan Allah limpahkan kepada kita. Sebagaimana orang yang yang tidak meminta-minta namun diberi, misalnya orang faqir yang lewat di jalan kemudian ada orang yang kasihan terhadapnya lalu diberi tanpa ia memintanya bahkan ia tidak mengetahui bahwa ia akan diberi, demikian pula keadaan kita terhadap Allah,

يَارَبِّ أَنْتَ قُلْتَ تَصَدَّقُوْا عَلَى اْلفُقَرَاءِ وَنَحْنُ اْلفُقَرَاءُ إِلَيْكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْنَا بِرَحْمَتِكَ

“Ya Rabb, Engkau berfirman : “bershadaqahlah kepada orang-orang faqir”, dan kami adalah fuqara’ dihadapan-Mu, maka bershadaqahlah kepada kami dengan kasih sayang-Mu”
Sampailah kita pada hadits luhur ini, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Hurairah : “ Wahai Abu Hurairah, aku tau bahwa tidak ada seseorang yang menanyakan tentang hadits ini selain engkau”, karena Abu Hurairah banyak duduk bersama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan kebanyakan sahabat yang lainnya dari kaum Anshar dan Muhajirin bekerja namun Abu Hurairah tidak bekerja, beliau hanya duduk di rumah Rasulullah bersama ahlu suffah untuk mempelajari hadits, kemudian mengajarkannya kepada mereka pra sahabat yang sibuk, dimana ketika mereka ada waktu luang mereka datang dan bertanya kepada Abu Hurairah, tentang ayat yang baru turun atau hadits yang baru diucapkan oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam karena Abu Hurairah selalu duduk bersama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika Abu Hurairah bertanya kepada Rasulullah tentang orang yang paling beruntung mendapatkan syafaat kelak di hari kiamat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Orang yang paling beruntung mendapat syafaatku dihari kiamat adalah yang mengucapkan Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan Selain Allah), ikhlas dari hatinya atau dari dirinya”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, shahib As Syafa’ah, shahib al mi’raj, shahib Al Makkah wa Al Madinah, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa : “Orang yang paling beruntung mendapatkan syafaatku kelak di hari kiamat adalah orang yang mengucapkan لا إله إلا الله ikhlas dari dalam hatinya atau dari dirinya”. Dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fath Al Baari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa maksud dari hadits ini bukan hanya kalimat لا إله إلا الله saja namun yang dimaksud adalaha لا إله إلا الله محمد رسول الله , namun Rasulullah bersabda dan meringkasnya hanya dengan kalimat لا إله إلا الله saja. Hadits ini menjelaskan juga bahwa semakin kita mendalami dan memahami makna لا إله إلا الله , maka akan semakin cepat kita mendapkan syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena seluruh hakikat ibadah tiadalah berarti tanpa kalimatلا إله إلا الله , yang merupakan permulaan iman dan tidak akan pernah ada akhirnya, ketika ia melakukan ibadah-ibadah yang lainnya seperti shalat, puasa, zakat dan haji kesemua itu hakikatnya adalah dalam keadaan islam dengan berkeyakinanan لاإله إلا الله . Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga memberi syafaat kepada orang non muslim, orang munafik, para pendosa, sebagaimana beliau memberi syafaat kepada para shalihin, sebagaimana Abu Thalib yang sebagian pendapat mengatakan bahwa ia telah wafat dalam keadaan di luar Islam, namun disyafaati oleh nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana riwayat Shahih Al Bukhari dimana Abu Thalib berada di dalam jurang neraka namun Rasulullah memberinya syafaat sehingga dia hanya berada di pinggir neraka, dan insyaallah akan mendapatkan syafaat lagi kelak di hari kiamat, karena disebutkan pula bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan Islam namun tidak mau mengucapkan لاإله إلا الله , bukan karena ia ingkar terhadap kalimat لاإله إلا الله akan tetapi karena ia khawatir jika mengucapakannya maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan semakin dipersulit oleh kuffar quraisy di saat itu, maka Abu Thalib tidak mau mengucapkannya, padahal sudah diperintah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan menolak perintah Rasulullah adalah dosa yang sangat besar karena bisa menyebabkan sampai pada kekufuran, inilah dosa Abu Thalib, namun tetap disyafaati oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan Rasulullah juga mensyafaati para pendosa, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fath Al Baari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa diantara mereka para pendosa ada yang telah masuk ke dalam neraka lalu dikeluarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantara mereka ada yang akan masuk neraka namun Rasulullah beri ia syafaat sehingga tidak masuk ke dalam neraka, dan adapula yang telah layak untuk masuk neraka namun dibatalkan karena syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, adapula yang memang tidak masuk neraka namun ia menghadapi hisab yang sangat lama dan sulit kemudian dipermudah oleh Rasulullah dengan syafaatnya, diantara mereka ada yang seharusnya menjalani hisab sebelum masuk ke surga namun diberi syafa’at oleh Rasulullah sehingga tidak perlu dihisab lagi dan langsung memasuki surga, ada juga yang telah masuk ke dalam surga kemudian disyafaati oleh Rasulullah agar dinaikkan ke derajat yang lebih tinggi di surga, beliaulah shahib as syafaah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Diriwayatkan dalam riwayat yang tsiqah ketika malam Isra’ Mi’raj nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berhadapan dengan Allah, dan Allah berfirman kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam : “wahai Muhammad, langit itu milik siapa?”, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “milik-Mu wahai Allah”, kemudian Allah bertanya lagi : “Bumi milik siapa?”, nabi menjawab : “milik-Mu wahai Allah”, lalu Allah subhanahu wata’ala bertanya lagi : “dan engkau milik siapa wahai Muhammad?” nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “milik-Mu wahai Allah”, kemudian Allah bertanya lagi : “dan Aku milik siapa wahai Muhammad?”, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menjawab namun beliau hanya menunduk, maka Allah berkata : “Aku adalah milik hamba-hamba-Ku yang bershalawat kepadamu wahai Muhammad”. Sungguh beruntung ummat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang bershalawat kepadanya. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi, wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. ( QS. Al Ahzaab : 56 )
Oleh karena itu kita gembira karena mejelis shalawat semakin hari semakin banyak dan berkembang, di wilayah Jakarta semakin dahsyat, di luar kota dan di luar negeri pun semakin dahsyat, saat ini di Singapura bergemuruh dengan shalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah menjaga dan menjauhkan kita dari kelompok orang yang selalu membid’ahkan shalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga mereka diberi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala, dan jangan sampai kita terjebak lagi dalam kelompok ini apalagi dipimpin oleh orang-orang dari kelompok ini, wal ‘iyadzubillah, kita tidak mau dipimpin kecuali oleh orang-orang yang memuliakan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Alhamdulillah malam Rabu yang akan datang adalah ulang tahun DKI Jakarta yang ke-484 dan kali ini akan dirayakan dengan maulid nabi dan shalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian dengan dzikir يا الله 1000 x, semoga melimpahkan kemakmuran di Jakarta dan seluruh wilayah di barat dan timur, amin.
Kembali ke hadits tadi, sebagaimana yang dijelaskan juga oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany bahwa disunnahkan untuk mengualng-ulang dan memperbanyak ucapan kalimat لا إله إلا الله , berbeda dengan kelompok yang selalu membid’ahkan orang-orang yang mengucapkan tahlil ( لا إله إلا الله ), padahal telah Allah firmankan atas orang-orang yang menentang Islam bahwa ketika kalimat لا إله إلا الله diucapkan dihadapan mereka maka mereka menyombongkan diri dan menolak ucapan itu. Mereka tidak menghendaki jika kalimat لاإله إلا الله diperbanyak, semoga Allah melimpahkan hidayah kepada mereka, amin. Semoga Jakarta ini menjadi kota orang-orang yang cinta bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadirin-hadirat, Dalam hadits tadi juga dijelaskan bahwa Abu Hurairah adalah seorang yang sangat berbakti kepada ibunya. Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim suatu ketika Abu Hurairah datang kepada Rasulullah dalam keadaan menangis, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya : “wahai Abu Hurairah apa yang membuatmu menangis?”, maka Abu Hurairah berkata : “wahai Rasulullah, aku telah menyuruh ibuku untuk masuk Islam namun ia tidak mau, dan hari ini mengucapkan kalimat yang sangat menyakitkan hatiku karena telah menjelek-jelek kan namamu wahai Rasulullah, maka doakanlah ibuku supaya mendapatkan hidayah dan masuk Islam”, kemudian Rasulullah mengangkat kedua tangannya dan berdoa : “Ya Allah berilah hidayah kepada ibu Abu Hurairah”, lalu Abu Hurairah pulang dan belum sampai di rumahnya ia mendengar suara air, kemudian ibunya berkata : “jangan masuk dulu”, kemudian Abu Hurairah mendapati ibunya telah selesai mandi dan menggunakan pakaian yang tertutup dengan mengenakan jilbab, maka setelah Abu Hurairah masuk ke dalam rumah ia berkata : أشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله , menangislah Abu Hurairah, lalu mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata : “wahai Rasulullah, ibuku telah masuk Islam di tanganku, ketika aku pulang aku dapati ia selesai mandi dan memakai pakaian yang tertutup dan memakai jilbab kemudian mengucap syahadat “, itu karena dari doa sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari sini kita memahami, dan supaya tidak terjebak dalam memahami firman Allah subhanahu wata’ala :

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu”. (QS. Al Hujurat: 13 )
Orang yang mulia di sisi Allah tergantung pada ketakwaanya, namun bukan hanya itu, karena ada orang yang mulia di sisi Allah namun bukan karena ketakwaannya, tetapi karena doa orang lain, sebagaimana ibu Abu Hurairah yang dulunya adalah seorang kafir dan mencaci maki Rasulullah, namun karena telah didoakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka berubah menjadi mu’minah shalihah, padahal ia mencaci nabi namun didoakan oleh beliau dan dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana kisah antara nabi Musa As dan nabi Khidir As dalam surah Al Kahfi, dimana ketika nabi Khidir As diutus untuk menemui nabi Musa AS dan mengajarinya tentang takdir-takdir Ilahi. Kisah ini sangat panjang namun secara singkat ketika nabi Musa As bertemu dengan nabi Khidir As, nabi Musa As berkata kepada nabi Khidir : “izinkanlah aku ikut bersamamu untuk kau ajari aku tentang ilmu yang egkau ketahui?”, nabi Khidir berkata: “sungguh engkau tidak akan bisa sabar bersama denganku”, nabi Musa AS menjawab: “Insyaallah aku akan bisa bersabar dan tidak akan melanggar perintahmu”, lalu nabi Khidir berkata: “Jika kau ikut bersamaku, maka jangan engkau bertanya tentang sesuatu sampai aku yang mengatakannya kepadamu”. Maka keduanya berjalan hingga menaiki sebuah perahu lalu nabi Khidir membocorkan perahu itu, maka nabi Musa berkata: “mengapa engkau membocori perahu itu untuk menenggelamkan orang-orang di dalamnya, sungguh engkau telah berbuat kesalahan”, maka nabi Khidir berkata : “bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa engkau tidak akan bisa sabar mengikutiku”, maka nabi Musa berkata : “baiklah maafkan aku, sungguh aku telah lupa”, kemudian mereka melanjutkan perjalanan sehingga mereka menemui seorang anak kecil maka dibunuhlah anak kecil itu oleh nabi Khidir, lalu nabi Musa As berkata : “mengapa engkau membunuh anak kecil yang tidak berdosa?”, maka nabi Khidir kembali berkata : “bukankah telah aku katakan padamu, engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku”, maka nabi Musa kembali berkata : “baiklah maafkan aku, jika nanti aku bertanya lagi kepadamu akan sesuatu maka tinggalkanlah aku”, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan dan ketika tiba di sebuah perkampungan, maka penduduk kampung itu tidak mau menerima mereka dan tidak mau menjamu mereka, lalu disana mereka menemukan sebuah dinding rumah yang telah rapuh dan hampir roboh, maka nabi Khidir memperbaiki dan membangun kembali dinding rumah itu, maka nabi Musa berkata : “jika engkau mau, engkau bisa meminta imbalan untuk hal itu”, kemudian nabi Khidir berkata : “inilah akhir pertemuanku denganmu, aku akan menjelaskan kepadamu akan hal-hal yang tidak mampu engkau bersabar atasnya, ketahuilah bahwa perahu yang kubocorkan tadi adalah milik orang miskin yang bekerja di laut, dan aku merusaknya hingga perahu itu tenggelam karena dihadapan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu, adapun anak muda (kafir) itu kubunuh, karena kedua orang tuanya adalah orang yang beriman dan aku khawatir dia akan memaksa kepada kesesatan dan kekafiran dan Allah akan menggantikannya dengan anak lain yang lebih baik darinya, dan tembok rumah yang kubangun itu adalah milik dua anak yatim di kampung itu, yang dibawahnya ada pendaman harta untuk mereka yang mana ayah mereka adalah orang shalih, maka Allah berkehendak agar anak yatim itu dewasa kemudian mereka mengeluarkan harta itu sebagai rahmat dari Allah”. Maka Allah menjaga harta itu untuk kedua anak yatim itu karena ayah mereka adalah orang yang shalih, dan bukan karena kedua anak yatim itu yang shalih. Jadi hidayah itu bisa dikarenakan ketakwaan kita, bisa juga karena ketakwaan dan doa orang lain, atau doa seorang anak terhadap ayah ibunya, seperti doa Abu Hurairah, atau karena doa orang tua terhadap anaknya, maka kemuliaan itu bisa datang dari mana saja namun tetap dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala. Demikian rahasia kemuliaan di dalam kehidupan kita yang harus kita fikirkan, berhati-hatilah dalam melewati kehidupan ini, janganlah menjauh dari para shalihin apalagi memusuhi dan mengganggu para shalihin, baik mereka yang masih hidup atau pun yang telah wafat. Cintailah para shalihin, baik yang masih hidup atau pun yang telah wafat, khususnya pemimpin para shalihin, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hati-hati terhadap kelompok yang tidak ingin dan tidak mau memuliakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena hal ini ada perbuatan iblis, dimana salah satu sifat iblis adalah tidak mau memuliakan makhluk yang dimuliakan Allah, tidak mau bersujud kepada nabi Adam, kenapa? karena nabi Adam adalah makhluk yang diciptakan dari tanah, sejak puluhan ribu tahun iblis bersujud kepada Allah, namun tidak mau ketika diperintah untuk bersujud kepada nabi Adam As. Dan kita tidak diperintah untuk bersujud kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, namun kita diperintah oleh Allah untuk memuliakan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka wajib memulikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu , sedangkan kamu tidak menyadari.” ( QS. Al Hujurat : 2 )
Di masa pemerintahan sayyidina Umar bin Khattab RA, dimana ketika datang dua orang ke Madinah Al Munawwarah dan mereka masuk ke dalam masjid An Nabawy dan mengeraskan suara mereka disana, maka sayyidina Umar yang di saat itu menjadi khalifah bertanya : “kalian datnag dari mana?”, mereka menjawab: “ kami datang dari Najd” maka sayyidina Umar berkata : “jika kalian penduduk Madinah maka akan aku cambuk kalian karena telah mengeraskan suara di dekat jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, padahal Rasulullah telah wafat. Al Imam Malik Ar, guru dari Al Imam As Syafi’i Ar, beliau tidak pernah memakai sandal jika berada di Madinah karena memuliakan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal panas matahari di saat itu sangat menyengat, dan beliau ( Al Imam Malik) jika membaca hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka tidak boleh ada orang yang bersuara, karena jika ada yang bersuara atau mengeraskan suara ketika hadits Rasulullah dibaca maka sama halnya dengan mengeraskan suara di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Alhamdulillah kita di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di dalam naungan Allah subhanahu wata’ala.
Selanjutnya kita berdoa bersama semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan rahmat dan keberkahan kepada kita, semoga acara-acara yang akan kita adakan sukses, semua niat dan hajat kita dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan kemakmuran untuk aku dan kalian semua di dunia dan akhirat…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا …
Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم …لاَإلهَ إلَّاالله لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ…لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ…لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ… مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.

Sumber : http://majelisrasulullah.org

KEAJAIBAN ISRA MI`RAJ (3)


Subhanallah Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang penuh kebaikan dan keberkahan untuk memperlihatkan kepada hamba-Nya tercinta, Sayyidina Rasulullah Muhammad SAW.
Perjalanan besar untuk suatu misi yang besar, memenuhi panggilan Ilahiyyah dengan iringan ribuan malaikat yang bersuka cita berkesempatan menghantarkan sekaligus mengawal perjalanan suci nan mulia.

Alam dihias penuh kemegahan dan kemewahan dan seluruh penghuni alam jagat raya sangat menantikan kesempatan untuk memandang wajah mulia hamba dan kecintaan Allah SWT. Manusia yang menjadi Sayyidnya alam semesta Nabi Agung Muhammad SAW. Sepanjang perjalanan para malaikat bershalawat dan salam, karena keingin tahuan mereka para malaikat kepada baginda Nabi Muhammad SAW, mereka bermohon kepada beliau SAW, ”Ya Sayyidi ya Rasulullah.. palingkan wajah muliamu kepada kami, agar kami dapat menyaksikan keelokan parasmu,” dengan kewibawaannya Rasulullah SAW menjawab, “bahwasanya seorang manusia yang telah sampai kepada kedudukan setinggi itu, tidaklah layak dan pantas berpaling kepada yang selain Allah SWT”.
Maka dengan khusu, hudur dan sukur, wajah mulia beliau terus menatap kedepan untuk satu tujuan penghadapan, sambil lisan beliau yang suci terus menghaturkan sanjungan dan pujian kepada Allah SWT.
Buroq dibawah kendali malaikat Jibril yang perkasa dengan navigator malaikat Mikail terus bergerak cepat melebihi kecepatan cahaya dan ketika itu Allah SWT berkenan untuk memperlihatkan realita-realita kehidupan semua makhluk. Ayat-ayat Allah yang agungpun begitu sempurna diterima oleh nabi kita Muhammad SAW.
Diantara ayat-ayat Allah SWT yang beliau ketahui, bahwasanya dalam perjalanan beliau SAW mendengar suara yang memanggil dari arah kanan dan kiri, kemudian dari arah depan ada seorang perempuan dengan bermacam-macam perhiasan ditubuhnya.
Malaikat jibrilpun menjelaskan bahwa panggilan dari arah kanan adalah panggilan Yahudi, panggilan dari arah kiri merupakan panggilan Nasrani, serta perempuan berhias adalah panggilan dunia. Jika saja Rasulullah SAW memenuhi salah satu panggilan tersebut, maka umatnya mengikuti ajakannya. Rasulullah juga bertemu dengan seorang pemuda tampan mengenakan pakaian yang indah, kemudian pemuda tersebut mencium kening Rasulullah SAW yang mulia dan setelah itu dia menghilang. Menurut malaikat Jibril pemuda tersebut adalah symbol agama islam yang memberitakan kegembiraan bahwa umatnya akan hidup dan mati dalam keadaan beragama Islam.
Rasulullah SAW melihat suatu kaum yang sedang memukuli kepalanya dengan batu sampai hancur, setelah hancur kepala itu kembali seperti semula, begitu seterusnya.
Malaikat Jibril menjelaskan bahwa mereka adalah kaum-kaum yang meninggalkan Shalat, kaum yang meninggalkan zakat dilihat sebagai orang-orang yang memakan tumbuh-tumbuhanan Zakun(tumbuhan neraka sejenis tumbuhan kaktus dipadang pasir) yang merunduk seperti binatang ternak. Pelaku zina terlihat sebagai pemakan daging busuk, ahli-ahli pidato yang pandai berbicara tanpa beramal, kelak dineraka akan mengguntingi lidahnya sendiri dengan gunting api dan masih banyak lagi pemandangan yang beliau saksikan sepanjang perjalanan. (baca kitab Sarah Qisatul Mi`raj karya Syeikh Ahmad Ad-Dardiri).
Rasulullah SAW dalam perjalanan Isra, beberapa kali diajak turun ditempat-tempat tertentu dan melakukan shalat dua raka`at. Tempat-tempat tersebut adalah:
1. Thayyibah, sekarang lebih terkenal dengan sebutan Madinaturrasul Al-Munawarah.
2. Bukit tursina, yang pernah menjadi tempat percakapan secara langsung Nabi Musa as dengan Allah SWT.
3. Baitullahmi, bumi tempat lahirnya nabi Isa as.
4. Syajaratu Musa di Madyan, pohon yang pernah digunakan menjadi tempat berteduhnya nabi Musa as.
5. Masjidil Aqsa, dimasjid ini beliau shalat berjamaah dengan para nabi dan Rasulullah SAW menjadi imam, sejak itulah beliau disebut Imamul Anbiya wal Mursalin.
Pertemuan dengan para Anbiya wal Mursalin sekaligus shalat berjamaah dengan mereka, melahirkan rasa syukur tak terhingga dihati nabi yang mulia. Beliapun menghaturkan pujian yang agung dan indah untuk Allah `Azza wa Jalla:
“Segala puji bagi Allah SWT, yang telah mengutusku sebagai rahmat bagi alam semesta, mengutusku untuk semua manusia sebagai pembawa berita gembira, kebahagiaan dan sebagai pembawa berita ancaman dan azab. Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menurunkan Al-Quran, didalamnya termaktub penjelasan segala sesuatu. Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menjadikan umatku sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk semua manusia dan Allah telah menjadikan umatku umat yang paling benar, serta pujian kepada Allah yang telah menetapkan umatku sebagai yang terdahulu masuk surga dan yang terakhir dilahirkan kedunia. Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melapangkan dadaku, menghilangkan dosa-dosaku, mengangkat penyebutan namaku dan yang telah menjadikan aku sebagai Al Fatih(pembuka) dan Al Khatim(penutup)”.
Kemudain malaikat Jibril memberikan beberapa jenis minuman, Rasulullah SAW memilih meminum susu yang menjadi pertanda bahwa umat Rasulullah SAW akan tetap berada dalam fitrahnya.
Setelah semua ritual di Masjidil Aqsa selesai, Buroqpun ditambatkan, maka diturunkan Mi`raj, suatu tangga dialam malakut yang memanjang dari langit ke Baitul Muqaddas. Tangga ini biasa digunakan olah para malaikat untuk membawa arwah kaum mu`minin menuju Tuhannya, kemudian bersama malaikat Jibril as, Rasulullah SAW naik kelangit melewati Mi`raj dengan kecepatan tak terhingga sehingga sampailah dilangit pertama yang terbuat dari emas, terkunci dengan cahaya dan pembukanya hanyalah lafadz Allah yang Agung.
Dengan penuh suka cita dan kegembiraan, malaikat panjaga mempertanyakan kepada malaikat Jibril, gerangan siapa yang datang bersamanya. Malaikat jibril memberitahukan bahwa dirinya datang bersama Nabi Muhammad SAW. Dahaga kerinduan atas cinta kepada Rasulullah SAW serta penantian panjang untuk suatu pertemuan terindah, serentak para malaikat menyambut penuh kebahagiaan yang tiada Tara: “Marhaban bihi wa ahlan, wahai kekasih yang telah diagungkan pangkatnya dan dimuliakan melebihi semua saudara dan khalifah, selamat datang wahai saudara dan khalifah terbaik, engkau adalah sebaik-baik orang yang kedatangannya sangat dinantikan”.
Dilangit kesatu, nabi Muhammad SAW bertemu dan disambut oleh nabi Adam as, “Selamat datang wahai anak yang shalih dan nabi yang shalih”. Setelah segala urusan dilangit pertama, beliapun memperoleh gelar kehormatan sebagai nabi yang paling shalih dan mulia. Maka dikenakanlah busana kebesaran yang bertuliskan:

هُوَالَّذِى بَعَثَ فىِ الْاُمِّيِّينَ رَسُوْلاَ مِّنْهُمْ يَتْلُوْ عَلَيْهِم آيَاتِهِ

Dialah Allah yang telah mengutus kepada kaum yang ummy seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka.
Perjalananpun diteruskan kelangit kedua yang tercipta dari zamrud putih, disini Rasulullah SAW bertemu dengan nabi Isa as dan nabi Yahya as yang dengan gembira menyambut dengan hangat, “Selamat datang wahai saudara dan nabi yang shalih”.
Dilangit kedua, Rasulullah SAW memperoleh kemuliaan melebihi kemuliaan semua nabi dan Rasul, beliaupun diberi busana kebesaran yang bertuliskan:

وَمَا اَرْسَلْنَاكَ اِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

Tiadalah engkau diutus melainkan sebagai rahmat semua alam semesta.
Setelah selesai, maka naiklah Rasulullah SAW dan malaikat Jibril as kelangit ketiga yang tercipta dari besi dan beliau bertemu dengan nabi Yusuf as, dilangit ketiga beliau memperoleh kebanggaan yang banyak dan dikenakan busana yang bertuliskan:

يَا اَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّا اَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَاشِرًا وَنَذِيْرًا

Wahai nabi, engkau kami utus sebagai saksi, pembawa berita gembira dan ancaman.
Mi`raj berikutnya adalah kelangit keempat yang tercipta dari tembaga, beliau SAW bertemu dengan nabi Idris as, beliau memperoleh gelar kehormatan sebagai nabi yang istananya paling bercahaya dialam malakut, menerima baju kebesaran yang bertuliskan:

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِى اَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kitab bagi hamba-Nya dan tidaklah menjadikan baginya kebengkokan.
Seterusnya beliau naik kelangit lima dan bertemu dengan nabi Harun as, maka beliau ditetapkan sebagai nabi yang senantiasa bertambah keagungannya dan diberi pakaian kebesaran bertuliskan:

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ

Sesungguhnya Allah SWT dan para Malaikat senantiasa bershalawat atas nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya beliau SAW naik kelangit enam dan bertemu dengan nabi Musa as, beliau SAW memperoleh segala kemuliaan dan mengenakan baju kebesaran bertuliskan:

لَقَدْجَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مِنْ اَنْفُسِكُمْ

Sungguh telah datang kepada kamu sekalian seorang Rasul dari jenis kamu sekalian.
Kemudian perjalanan berlanjut sampai langit ketujuh yang terbuat dari Yaqut merah, nabi SAW bertemu dengan nabi Ibrahim as dan semua yang ada menjadi rendah dibawah kebesaran nabi Muhammad SAW. Beliaupun mengenakan pakaian kemuliaan bertuliskan:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيْرُ

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Setelah langit ketujuh malaikat Jibrilpun bermohon diri kepada Rasululllah SAW dan mempersilahkan kepada Rasul SAW melanjutkan perjalanan sendiri, dengan pengawalan dan penjemputan langsung oleh kekuasaan Allah SWT. Setelah melewati Sidratul Muntaha, Kursi dan `Arsy, sampailah beliau SAW kesuatu tempat yang dikhususkan untuk nabi SAW menghadap kepada Allah SWT Sang Maha Pencipta, ditempat terhormat yang tak satupun makhluk diizinkan memasukinya kecuali Rasul SAW. Kemudian Rasulullah SAW dengan khusyu`, hudur dan khudu` memuji Allah SWT :

تُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلهِاَلتَّحِيَّا

Semua kehormatan, keberkahan, kerahmatan dan kebaikan-kebaikan, secara mutlak hanyalah bagi Allah SWT.
Dengan cinta Ilahiah, Allah SWT menerima dan memberikan salam:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

Keselamatan, kerahmatan dan keberkahan senantiasa tetap untukmu wahai nabi
Dengan ta`dzim penuh rasa syukur dan permohonan Rasulullah menerima salam Allah SWT:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَ وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ

Semoga kami dan seluruh hamba-hamba yang shalih memperoleh keselamatan.
Maka dilangit malaikat Jibrilpun mengucapkan dua kalimat syahadat:

اشهد ان لا اله الا الله واشهد ان محمدا رسول الله

Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah hanyalah Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah SWT.
Bergemuruhlah para malaikat bershalawat :

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد

Inilah Isra wal Mi`raj, peristiwa diwajibkannya shalat lima waktu yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW sebagai Mi`rajnya kaum mu`min. Kebesaran, keagungan, kemuliaan serta keindahannya sangatlah sulit diVisualisasikan dan semoga sedikit tulisan ini menjadi pengantar kepada kaum muslimin untuk lebih memahami dan lebih meyakini kebenaran Isra wal Mi`raj nabi kita, nabi agung, Nabi Muhammad SAW.
Wallahu A`lam…

Wasiat Imam Ja`far As-Shadiq R.A


jannatul baqi' Imam Ja`far As-Shadiq berwasiat kepada putranya Musa Al-Khadim : “Wahai putraku, barang siapa merasa puas dengan apa yang dibagikan Allah untuknya, ia pun merasa cukup dan memanjangkan pandangan kepada milik orang lain, maka ia pun mati dalam keadaan miskin dan siapa yang tidak senang dengan apa yang dibagikan Allah untuknya, ia pun menuduh Allah mengenai keputusan-Nya.

Barang siapa menganggap kecil kesalahan dirinya, ia pun menganggap besar kesalahan orang lain. Barang siapa menganggap kecil kesalahan orang lain, ia pun menganggap besar kesalahannya dirinya. Wahai anakku, barang siapa menyingkap tabir orang lain, maka tersingkaplah aib-aib dirumahnya. Barang siapa menghunus pedang kezaliman, ia pun terbunuh dengannya. Barang siapa menggali sumur untuk mencelakakan saudaranya, ia sendiri yang terjatuh didalamnya. Barang siapa bergaul dengan orang bodoh, ia pun menjadi hina. Barang siapa bergaul dengan para ulama, ia pun dihormati. Dan siapa masuk ditempat-tempat maksiat, ia pun tertuduh. Wahai anakku, janganlah engkau mengejek orang lain sehingga ia mengejekmu. Janganlah engkau ikut campur dalam urusan yang tidak penting bagimu supaya engkau tidak menjadi hina.  Wahai anakku, suruhlah berbuat yang ma`ruf dan cegahlah perbuatan yang munkar. Sambunglah hubungan dengan siapa yang memutusnya dan mulailah pembicaraan dengan siapa yang mendiamkanmu, serta berilah siapa yang meminta sesuatu darimu. Janganlah engkau melakukan namimah, karena namimah itu menanamkan kebencian dalam hati orang-orang dan janganlah engkau suka membicarakan kejelekan orang lain. Wahai anakku, apabila engkau ingin berziarah, ziarahilah orang-orang baik dan janganlah engkau menziarahi orang-orang jahat.

Wasiat Imam Ali Zainal Abidin R.A


baqi • “Semoga Allah SWT melindungi kami dan kalian dari tipu daya orang-orang zalim, kedzaliman para penghasut dan paksaan para pemaksa. Wahai orang-orang Mukmin, janganlah kalian tertipu oleh para thagut, penguasa zalim, pencari dunia yang hatinya dirasuki kecintaan kepada dunia, dan selalu menginginkan kenikmatan tiada nilai serta kelezatan dunia yang cepat berlalu. Aku bersumpah demi jiwaku, dimasa lalu, kalian telah melewati beberapa kejadian dan melalui beberapa fitnah dengan selamat, sementara kalian selalu menjauh dari orang-orang sesat, para pembuat bid’ah dan perusak di muka bumi. Maka kini mohonlah pertolongan Allah SWT dan kembalilah taat kepada Allah SWT dan kepada Wali Allah SWT yang lebih layak daripada para penguasa.”

• “Dahulukanlah perintah Allah SWT dan ketaatan kepada orang yang telah diwajibkan oleh Allah SWT dari segala sesuatu dan selamanya dalam semua urusan. Janganlah kalian mendahulukan ketaatan kepada para thagut yang tertipu oleh dunia yang semu, daripada ketaatan kepada Allah SWT. Berhati-hatilah, jangan bergaul dengan para pendosa dan orang-orang yang tercemar maksiat. Berhati-hatilah bekerja sama dengan orang-orang zalim dan berdekatan atau berhubungan dengan orang-orang fasik. Waspadalah fitnah mereka dan menjauhlah dari mereka. Ketahuilah, barang siapa menentang para wali Allah SWT, mengikuti agama selain agama Allah SWT, dan mengabaikan perintah dan larangan Wali Allah SWT, ia akan masuk neraka, dan tertimpa kobaran api yang menyala-nyala.”
• “Wahai nafsu hentikanlah kecondonganmu kepada dunia dan kecenderungan untuk meramaikannya, tidaklah engkau menjadikan sebagai pelajaran terhadap para pendahulumu yang telah ditelan bumi serta para sahabatmu yang telah membuatmu bersedih karena kepergiannya, demikian juga kawan-kawanmu yang telah berpindah kedalam tanah, mereka sekarang telah berada di dalam perut bumi, dibalik permukaannya, kebaikan-kebaikan mereka ikut lebur menyatu didalamnya , sudah berapa banyak manusia – manusia yang telah dibinasakan ole kekejaman masa dari abad ke abad, serta berapa banyak manusia-manusia yang telah dirusak oleh bumi dengan bencana-bencananya, lalu mereka ditenggelamkan di dalam gumpalan tanahnya, dari berbagai jenis manusia yang pernah engkau ajak bergaul dan kemudian mereka kamu antarkan ke dalam kuburnya.”
• “Betapa banyak manusia yang telah ditipu oleh dunia dari mereka yang justru mendiaminya, dan betapa banyak manusia yang telah dibanting oleh dunia dari mereka yang justru menempatinya, lalu dunia itu tidak mau mengangkatnya lagi dari keterpelesetannya, tidak menyelamatkannya dari kebinasaannya, tidak menyembuhkan dari kepedihannya, tidak membebaskannya dari penyakitnya dan tidak melepaskannya dari penderitaannya.”
• “Wahai putraku janganlah engkau berteman dengan orang fasik, karena sesungguhnya dia akan menjualmu dengan sesuap makanan atau lebih sedikit lagi dari hal itu yang ia belum memperolehnya, dan janganlah berteman dengan orang bakhil ( pelit ) karena sesungguhnya dia akan mentelantarkanmu di dalam apa yang dia miliki, sedangkan engkau sangat membutuhkannya, serta janganlah kamu berteman dengan seorang pembohong, karena sesungguhnya dia adalah seperti fatamorgana, ia membuat sesuatu yang jauh nampak dekat dihadapanmu dan membuat sesuatu yang dekat nampak jauh dari dirimu, demikian juga orang yang tolol, karena sesungguhnya ia ingin menguntungkan dirimu ( tapi karena ketololannya ) maka ia malah menyengsarakan dirimu, dan jangan pula dengan suka memutuskan tali persaudaraan, karena dia adalah orang yang mendapat laknat di dalam kitabullah, dengan firmannya : “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah swt, maka Allah swt menulikan telinga mereka dan membutakan penglihatan mereka.” (Q.S Muhammad :22-23 )
• “Sesungguhnya Allah swt menyukai seseorang yang telah berbuat dosa, lalu bertobat.”
• “Orang yang tidak memerintah terhadap kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah seperti orang yang mencampakkan Kitabullah di belakang punggungnya.”
•”Orang-orang yang menjadi pimpinan para manusia adalah orang-orang yang bermurah hati dan bertaqwa, sedangkan di Akhirat nanti, yang mulya adalah orang-orang ahli agama, ahli keutamaan dan orang ahli ilmu yang bertaqwa, karena sesungguhnya Ulama adalah Ahli waris Para Nabi.”
• “Ada 4 perkara yang barangsiapa memilikinya, niscaya imannya menjadi sempurna, dosa-dosanya diampuni dan ia akan berjumpa dengan tuhannya dalam keadaan ridlo kepadanya, yaitu barangsiapa yang mau menepati karena Allah swt, terhadap apa yang diwajibkan Allah swt atas dirinya untuk para manusia, lisannya selalu berkata jujur kepada para manusia dan ia bersikap malu terhadap segala perbuatan jelek menurut pandangan Allah swt dan para manusia, serta ia selalu berbudi pekerti yang baik kepada para keluarganya.”
• “Amal yang paling utama disisi Allah swt adalah sesuatu yang dilakukan menurut sunnah Rasulullah saw.”
• “Janganlah kamu merasa tidak suka berteman dengan seseorang, meskipun kamu telah mengira bahwa orang ini tidak akan bermnfaat bagi dirimu, karena sesungguhnya kamu tidak tahu kapan kamu akan membutuhkan temanmu itu.”
• “Orang yang berhati hasud (dengki) tidak akan meraih kemulyaan dan orang yang suka dendam akanmati merana. Sejelek-jeleknya saudara adalah yang selalu memperhatikan dirimu ketika kamu kaya dan ia menjauhi kamu, ketika kamu dalam keadaan melarat. Bersikap rela terhadap taqdir Allah swt yang tidak menyenangkan adalah merupakan martabat yang tinggi.”

Shalat Nisfu Sya’ban, Sunnah yang Dianggap Bid’ah oleh wahabi


ajib Banyak orang menuduh shalat nisfu Sya’ban sebagai bid’ah. Mereka menuduh demikian bisa jadi dengan niat yang baik untuk membersihkan praktek ibadah dari Bid’ah dan mengembalikan agar ibadah yang dilakukan sesuai sunah Rasulullah SAW. Alasannya sangat sederhana karena shalat Nisfu Sya’ban tidak pernah dikerjakan jaman Rasul. Benarkah shalat Nisfu Sya’ban bidah? Apakah nabi tidak pernah melakukannya?

Untuk lebih melengkapi khazanah kita, akan kami paparkan pula beberapa pertanyaan yang mengingkari shalat nisfu Sya’ban dari berbagai dialog. Antara lain:
Pertanyaan Pertama:
Tidak ada keistimewaan malam nisfu Sya’ban dibandingkan malam lainnya. Sehingga tidak perlu mengkhususkan ibadah pada malam tersebut. Beberapa Hadis yang menerangkan keutamaan nisfu Sya’ban adalah maudhu’ (palsu) dan dha’if. Sehingga tidak boleh diamalkan.
Para ulama semisal Ibnu Rajab, Ibnul Jauzi, Imam al-Ghazali, Ibnu Katsir dan yang lainnya, menyatakan hadits-hadits yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya’ban ini sangat banyak jumlahnya. Hanya, umumnya hadits-hadits tersebut dhaif, namun ada juga beberapa hadits yang Hasan dan Shahih Lighairihi. Untuk lebih jelasnya, berikut di antara hadits-hadits dimaksud:
Hadis 1

عن علي بن إبي طالب عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها, وصوموا نهارها, فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا, فيقول: ألا مستغفر فأغفرله, ألا مسترزق فأرزقه, ألا مبتلى فأعافيه, ألا كذا ألا كذا, حتى يطلع الفجر)) [رواه ابن ماجه والحديث ضعفه الألبانى


Artinya: "Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw bersabda: "Apabila sampai pada malam Nishfu Sya'ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah akan turun ke dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan Allah berfirman: "Tidak ada orang yang meminta ampun kecuali Aku akan mengampuni segala dosanya, tidak ada yang meminta rezeki melainkan Aku akan memberikannya rezeki, tidak ada yang terkena musibah atau bencana, kecuali Aku akan menghindarkannya, tidak ada yang demikian, tidak ada yang demikian, sampai terbit fajar" (HR. Ibnu Majah dan hadits tersebut dinilai Hadits Dhaif oleh Syaikh al-Albany).
Hadis 2

عن عائشة قالت: فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافع رأسه إلى السماء, فقال: ((أكنت تخافين إن يحيف الله عليك ورسوله؟)) فقلت: يا رسول الله, ظننت أنك أتيت بعض نسائك. فقال: ((إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب)) [رواه أحمد والترمذى وابن ماجه وضعفه الألبانى فى ضعيف الترمذى].


Artinya: “Siti Aisyah berkata: “Suatu malam saya kehilangan Rasulullah saw, lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang berada di Baqi’ sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau bersabda: “Apakah kamu (wahai Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu dan Rasul-Nya?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, saya pikir anda pergi mendatangi di antara isteri-isterimu”. Rasulullah saw bersabda kembali: “Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni ummatku lebih dari jumlah bulu domba yang digembalakan” (HR. Ahmad, Ibn Majah dan Turmidzi. Syaikh al-Albany menilai hadits riwayat Imam Turmudzi tersebut sebagai hadits Dhaif sebagaimana ditulisnya pada ‘Dhaifut Turmudzi’).
Kedua hadits tersebut adalah hadits yang dinilai Dhaif oleh jumhur Muhaditsin di antaranya oleh Syaikh Albany, seorang ulama yang tekenal sangat ketat dengan hadits.
Namun demikian, di bawah ini juga penulis hendak mengetengahkan Hadits Hasan dan Shahih Lighairihi yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya’ban ini. Hadits-hadits dimaksud adalah:
Hadis 3

عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه, إلا لمشرك أو مشاحن) [رواه ابن ماجه وحسنه الشيخ الألبانى فى صحيح ابن ماجه

Artinya: "Dari Abu Musa, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah muncul (ke dunia) pada malam Nishfu Sya'ban dan mengampuni seluruh makhlukNya, kecuali orang musyrik dan orang yang dengki dan iri kepada sesama muslim" (HR. Ibn Majah, dan Syaikh Albani menilainya sebagai hadits Hasan sebagaimana disebutkan dalam bukunya Shahih Ibn Majah no hadits 1140).
Hadis 4

عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع إلى خلقه ليلة النصف من شعبان فيغفر لعباده إلا اثنين: مشاحن, أو قاتل نفس)) رواه أحمد وابن حبان فى صحيحه

Artinya: "Dari Abdullah bin Amer, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya akan menemui makhlukNya pada malam Nishfu Sya'ban, dan Dia mengampuni dosa hamba-hambanya kecuali dua kelompok yaitu orang yang menyimpan dengki atau iri dalam hatinya kepada sesama muslim dan orang yang melakukan bunuh diri" (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban sebagaimana ditulisnya dalam buku Shahihnya).
Namun, Syaikh Syu'aib al-Arnauth menilai hadits tersebut hadits yang lemah, karena dalam sanadnya ada dua rawi yang bernama Ibn Luhai'ah dan Huyay bin Abdullah yang dinilainya sebagai rawi yang lemah. Namun demikian, ia kemudian mengatakan bahwa meskipun dalam sanadnya lemah, akan tetapi hadits tersebut dapat dikategorikan sebagai hadits Shahih karena banyak dikuatkan oleh hadits-hadits lainnya (Shahih bi Syawahidih).
Hadis 5

عن عثمان بن أبي العاص مرفوعا قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إذا كان ليلة النصف من شعبان نادى مناد: هل من مستغفر فأغفر له؟ هل من سائل فأعطيه؟ فلا يسأل أحد شيئا إلا أعطيه, إلا زانية بفرجها أو مشركا)) [رواه البيهقى]

Artinya: “Dari Utsman bin Abil Ash, Rasulullah saw bersabda: “Apabila datang malam Nishfu Sya’ban, Allah berfirman: “Apakah ada orang yang memohon ampun dan Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta dan Aku akan memberinya? Tidak ada seseorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang musyrik” (HR. Baihaki).
Dengan memperhatikan, di antaranya, hadits-hadits di atas, maka tidak berlebihan apabila banyak ulama berpegang teguh bahwa malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang istimewa, karena bukan hanya dosa-dosa akan diampuni, akan tetapi juga doa akan dikabulkan. Hadits-hadits yang dipandang Dhaif yang berbicara seputar keistimewaan malam Nishfu Sya’ban ini, paling tidak kedudukan haditsnya menjadi terangkat oleh hadits-hadits lain yang berstatus Hasan atau Shahih Lighairihi.
Atau boleh juga dikatakan, karena hadits-hadits dhaif yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya’ban ini dhaifnya tidak parah dan tidak berat, maka satu sama lain menjadi saling menguatkan sehingga kedudukannya naik menjadi Hadits Hasan Lighairihi. Wallahu’alam.
Istimewanya malam Nishfu Sya’ban ini juga dikuatkan oleh atsar para sahabat. Imam Ali bin Abi Thalib misalnya, sebagaimana dikutip Ibnu Rajab, apabila datang malam Nishfu Sya’ban, ia banyak keluar rumah untuk melihat dan berdoa ke arah langit, sambil berkata: “Sesungguhnya Nabi Daud as, apabila datang malam Nishfu Sya’ban, beliau keluar rumah dan menengadah ke langit sambil berkata: “Pada waktu ini tidak ada seorang pun yang berdoa pada malam ini kecuali akan dikabulkan, tidak ada yang memohon ampun, kecuali akan diampuni selama bukan tukang sihir atau dukun”. Imam Ali lalu berkata: “Ya Allah, Tuhannya Nabi Daud as, ampunilah dosa orang-orang yang meminta ampun pada malam ini, serta kabulkanlah doa orang-orang yang berdoa pada malam ini”.
Sebagian besar ulama Tabi’in seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya, juga mengistimewakan malam ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, membaca al-Qur’an dan berdoa. Demikian juga hal ini dilakukan oleh jumhur ulama Syam dan Bashrah.
Bahkan, Imam Syafi’i pun beliau mengistimewakan malam Nishfu Sya’ban ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, doa dan membaca al-Qur’an. Hal ini sebagaimana nampak dalam perkataannya di bawah ini:

بلغنا أن الدعاء يستجاب فى خمس ليال: ليلة الجمعة, والعيدين, وأول رجب, ونصف شعبان. قال: واستحب كل ما حكيت فى هذه الليالي

Artinya: “Telah sampai kepada kami riwayat bahwa dua itu akan (lebih besar kemungkinan untuk) dikabulkan pada lima malam: Pada malam Jum’at, malam Idul Fithri, malam Idul Adha, malam awal bulan Rajab, dan pada malam Nishfu Sya’ban. Imam Syafi’i berkata kembali: “Dan aku sangat menekankan (untuk memperbanyak doa) pada seluruh malam yang telah aku ceritakan tadi”.
Dari pemaparan di atas nampak bahwa sebagian besar para ulama salaf memandang istimewa malam ini, karenanya mereka mengisinya dengan mempergiat dan memperbanyak ibadah termasuk berdoa, shalat dan membaca al-Qur’an.
Pertanyaan Kedua:
Shalat Nisfu Sya’ban Bid’ah karena tidak pernah dilakukan Rasul. Sehingga ibadah mereka tidak sesuai sunnah Rasul.
Nama panjang dari shalat Nisfu Sya’ban adalah “SHALAT MUTHLAQ yang dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban”. Untuk memudahkan pengucapan, ulama menyebutnya shalat nisfu Sya’ban.
Karena termasuk jenis shalat Muthlaq, maka boleh dikerjakan kapan saja termasuk malam pertengahan Sya’ban selama dikerjakan tidak pada waktu yang dilarang. Kalau pada malam yang lain boleh melakukan shalat Muthlaq, maka pada malam nisfu Sya’ban juga boleh.
Membid’ahkan shalat nisfu Sya’ban sama dengan membid’ahkan shalat Muthlaq yang sunnah.
Apalagi ada hadis yang menyatakan bahwa Rasul menggiatkan qiyamul layl pada malam nisfu Sya’ban. Semakin kuat lah dasar shalat nisfu Sya’ban.

ومنها حديث عائشة ـ رضي الله عنها ـ قام رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ من الليل فصلى فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قُبِضَ، فَلَمَّا رفع رأسه من السجود وفرغ من صلاته قال: “يا عائشة ـ أو يا حُميراء ـ ظننت أن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قد خَاسَ بك”؟ أي لم يعطك حقك . قلت: لا والله يا رسول الله ولكن ظننت أنك قد قبضتَ لطول سجودك، فقال: “أَتَدْرِينَ أَيُّ ليلة هذه”؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال “هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين ، ويرحم المسترحِمِينَ، ويُؤخر أهل الحقد كما هم” رواه البيهقي من طريق العلاء بن الحارث عنها، وقال: هذا مرسل جيد.

Dari A’isyah: “Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: “Hai A’isyah engkau tidak dapat bagian?”. Lalu aku menjawab: “Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama”. Lalu beliau bertanya: “Tahukah engkau, malam apa sekarang ini”. “Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. “Malam ini adalah malam nisfu Sya’ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki” (H.R. Baihaqi) Menurut perawinya hadis ini mursal (ada rawi yang tidak sambung ke Sahabat), namun cukup kuat.
Bahkan kalau kita menyandarkan pada hadis di atas, justru MEREKA YANG SHALAT PADA MALAM NISFU SYA’BAN IBADAHNYA SESUAI SUNNAH RASUL.
Pertanyaan Ketiga:
Shalat Nisfu Sya’ban saja Bid’ah, apalagi melakukannya secara berjamaah. Semakin jauh dari Islam. Kalaulah memang bagus mengapa Rasul dan sahabat tidak melakukan? Padahal Mereka adalah generasi terbaik.
Saudaraku, selama ada dalil umum yang membolehkan, maka mengenai tekhnisnya berjamaah atau tidak, dapat diatur menurut kondisi dan keadaan.
Pelaksanaan mengisi malam Nishfu Sya’ban diberjamaahkan ini pertama kali dilakukan oleh ulama tabi’in yang bernama Khalid bin Ma’dan, lalu diikuti oleh ulama tabi’in lainnya seperti Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya. Bahkan terus berlanjut dan menjadi tradisi ulama Syam dan Bashrah sampai saat ini.
Meski tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya, kami lebih condong untuk mengatakan tidak mengapa dan tidak dilarang. Tidak semua yang tidak dipraktekkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya menjadi sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Selama ada hadits dan qaidah umum yang membolehkan, maka mengenai tehnis, apakah diberjamaahkan atau sendiri-sendiri, semuanya diserahkan kepada masing-masing dan tentu diperbolehkan. Hal ini sebagaimana tradisi takbir berjamaah pada malam hari raya.
Hal ini tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya. Rasulullah saw dan para sahabat hanya melakukannya di rumah masing-masing. Tradisi berjamaah membaca takbir pada malam Hari Raya ini pertama kali dilakukan oleh seorang ulama tabi’in yang bernama Abdurrahman bin Yazid bin Al-Aswad. Dan tradisi ini pun sampai saat ini masih diberlakukan dan diamalkan hampir di seluruh negara-negara muslim.
Demikian juga dengan shalat Tarawih diberjamaahkan. Rasulullah saw hanya melakukannya satu, dua atau tiga malam saja secara berjamaah. Setelah itu, beliau melakukannya sendiri. Dan hal ini berlaku juga sampai masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq serta pada permulaan khalifah Umar bin Khatab. Setelah Umar bin Khatab masuk ke sebuah mesjid dan menyaksikan orang shalat tarawih sendiri-sendiri, akhirnya beliau melihat alangkah lebih baiknya apabila diberjamaahkan. Sejak itu, beliau manunjuk sahabat Rasulullah saw yang bernama Ubay bin Ka’ab untuk menjadi imam pertama shalat Tarawih diberjamaahkan. Tradisi ini juga berjalan dan terus dipraktekkan sampai sekarang ini.
Kalaulah shalat qiyamu Ramadhan (Tarawih) yang beliau lakukan selalu tidak berjamaah dengan sahabat, kecuali hanya 1-3 malam saja, boleh dilakukan secara berjamaah, lalu takbir malam ‘Ied juga boleh dilakukan secara berjamaah, mengapa shalat Muthlaq malam nisfu Sya’ban (untuk menyingkat selanjutnya disebut “shalat Nisfu Sya’ban”) tidak boleh dilakukan berjamaah? Tentu ini tidak fair.
Di zaman Rasul, para sahabat dengan melihat rasul qiyamul layl saja mereka sudah melakukannya. Namun di akhir zaman ini jika ada ustad berkata, “wahai umat Islam, shalat tarawih yang dilakukan Rasul tidak berjamaah dan dilakukan di tengah malam (bukan ba’da Isya langsung). Oleh karena itu shalatlah sendiri-sendiri nanti malam.” Yang shalat tarawih pasti sedikit. Kecuali instruksi itu untuk bangun malam dalam rangka menyaksikan final piala dunia antara Belanda Vs Spanyol insya Allah jamaahnya banyak meskipun jam 1.30 malam.
Jadi kondisi zaman mengarahkan untuk shalat tarawih secara berjamaah.
Begitu pula dengan shalat nisfu Sya’ban. Di akhir zaman ini, Kalau shalat Nisfu Sya’ban (apalagi jika 100 raka’at) dilakukan hanya boleh sendiri-sendiri, saya yakin sangat-sangat sedikit orang yang mau menghidupkan malam Nisfu Sya’ban. Namun kalau dilakukan secara berjamaah, satu sama lain dapat saling memotivasi sehingga lebih semangat.
Pertanyaan Keempat:
Terlebih lagi dalam shalat nisfu Sya’ban, mereka menetapkan jumlah 100 rakaat. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasul.
Ada beberapa alasan mengapa saya shalat nisfu Sya’ban 100 rakaat:
1. Karena shalat nisfu Sya’ban termasuk shalat Muthlaq, maka jumlahnya bebas. 10 rakaat boleh, 20, 30, bahkan 100 rakaat juga boleh. Kalau kita sanggup 1.000 rakaat juga tidak ada yang melarang, karena shalat Muthlaq. Mengapa kita berani melarang jumlah tertentu dalam shalat Muthlaq? Apakah kalau 99 rakaat boleh, 101 juga boleh lalu khusus 100 rakaat tidak boleh?
Nabi SAW pernah berkata kepada Bilal, sesudah mengerjakan shalat Shubuh sebagaimana berikut: “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku amalan yang engkau kerjakan dalam Islam yang penuh dengan pengharapan karena aku mendengar suara sandalmu di depanku di syurga”. Bilal menjawab tidak pernah aku melakukan suatu perbuatan yang saya harapkan kebaikannya, melainkan pasti aku bersuci dahulu, baik saatnya malam hari atau siang hari. Sesudah aku bersuci aku melakukan shalat sebanyak yang dapat kulakukan”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Jabir bin Hayyan, penemu ilmu Kimia sekaligus orang pertama memperoleh julukan Sufi, melakukan shalat Muthlaq 400 rakaat sebelum memulai penelitian.
Kalau ada seseorang menganjurkan untuk shalat nisfu Sya’ban 77 rakaat karena dia senang dengan angka 7, boleh saja. Namun daripada saya mengikuti dia, lebih baik saya mengikuti para ulama yang shalih.
2. Banyak ulama-ulama shalih yang ahli ma’rifat seperti syekh Abdul Qadir Jailani melakukan shalat nisfu Sya’ban 100 rakaat, begitu pula dengan imam Ghazali dan ulama lainnya. Maka tidak ada salahnya jika kita mengikuti beliau. (baca juga dasar hukum shalat Rajab, Nisfu Sya’ban dll di tqn-jakarta.org)
Dan ikutilah jalannya orang yang kembali kepadaKu (Luqman 31:15)
3. Jumlah 100 rakaat ada hadisnya. Meskipun banyak orang yang menolak hadis tersebut. Namun Imam Ahmad berkata, “hadis dhaif lebih aku sukai daripada pendapat pribadi seseorang”.
Pertanyaan Kelima:
Bacaan dalam shalat Nisfu Sya’ban (al-Ikhlas 10 kali setelah al-Fatihah, sehingga dikallikan 100 rakaat menjadi 1.000 kali membaca al-Ikhlas) adalah bacaan yang mengada-ada. Tidak pernah dilakukan juga oleh Rasul.
Bacaan yang dibaca dalam shalat nisfu Sya’ban setelah al-Fatihah terserah. Ayat manapun termasuk al-Ikhlas boleh dibaca dalam shalat asalkan ayat al-Qur’an. Tidak ada juga ketentuan bahwa surat al-Ikhlas tidak boleh dibaca beberapa kali dalam satu rakaat.

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْءَانِ

karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an. (QS. Al-Muzammil:20)
Imam masjid Quba selalu membaca surat Al Ikhlas disetiap habis fatihah, ia selalu menyertakan surat Al Ikhlas lalu baru surat lainnya, lalu makmumnya protes, seraya meminta agar ia menghentikan kebiasaanya, namun Imam itu menolak, silahkan pilih imam lain kalau kalian mau, aku akan tetap seperti ini!, maka ketika diadukan pada Rasul saw, maka Rasul saw bertanya mengapa kau berkeras dan menolak permintaan teman temanmu (yg meminta ia tak membaca surat al ikhlas setiap rakaat), dan apa pula yg membuatmu berkeras mendawamkannya setiap rakaat?” ia menjawab : “Aku mencintai surat Al Ikhlas”, maka Rasul saw menjawab : “Cintamu pada surat Al Ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari hadits no. 741).
Kesimpulannya, shalat Muthlaq pada malam nisfu Sya’ban secara berjamaah sebanyak 100 rakaat dengan membaca surat al-Ikhlas 10 kali setiap bada Fatihah DIBOLEHKAN. Jangan sampai kita mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Kalau nabi saja tidak boleh apalagi kita.

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ

HAI NABI, MENGAPA KAMU MENGHARAMKAN APA YANG ALLAH HALALKAN BAGIMU (QS. At-Tahrim:1)
Wallahu a’lam

KEMULIAAN MALAM NISFU SYA`BAN

Nisfu Sya`ban


malam Melakukan Amalan Ibadah pada malam Nisfu sya`ban merupakan hal yang dianjurkan dalam Syariat Rasulullah SAW sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan orang Indonesia mulai dari baca yasin bersama selama tiga kali berturut-turut atau melakukan shalat sunah berjamaah dimasjid dan amaliah-amaliah lainnya.

Kalau kita kaji dari sisi hadits mengenai keutamaan bulan Sya`ban para pakar hadits berbeda pendapat dalam masalah ini, sebagian pakar hadits seperti Imam Turmudzi, Imam Ibnu Khuzaimah, Alhaitsami,Imam Baihaqi mereka mengatakan :bahwa hadits yang dijadikan landasan sangat kuat sekali bahkan Ibnu Khuzaimah mengatakan shahih. Sebagian ulama lain mengatakan haditsnya sangat lemah.
Kemudian setiap pakar hadits mempunyai ketentuan dalam penilaian  sesuai dengan ijtihad mereka dan setiap mujtahid tidak mewajibkan mujtahid lain untuk mengikuti pendapatnya serta tidak boleh mencaci maki atau menghukumi ahli bid`ah sebagaimana yang dikatatan oleh para Ulama (لا إنكار في مسائل الخلاف) tidak boleh mengingkari sesuatu yang masuk katagori perbedaan pendapat.
Ini yang dipraktekkan para sahabat-sahabat Rosulallah dan para Tabiin.bahkan Ibnu Taymiyyah Dalam Fatawanya memberikan komentar dalam hal ini serta mengingatkan kepada umat islam agar tidak mengingkari masalah ini.
Dari sisi lain kita di perbolehkan mengamalkan hadits Dhoif dalam Fadhoil a`mal asalkan Tidak sampai pada derajat pemasuan hadits dan ini menjadi kesepakatan para Ulama( Fathul Mughits, Al-Imam Asshohawi juz 1 hal 268. Tadribu Rowi juz 1 hal 196 ) ini kalau kita berangkat dari pendapat yang mengatakan dhoif.

Dalil –dalil Amaliyah di malam Nisfu Sya`ban
Adapun dalil-dalil yang berkaitan dengan amalan-amalan diatas itu berangkat dari Hadits yang menerangkan tentang keutamaan bulan sya`ban hususnya nisfu sya`ban ditambah dalil umum yang berkaitan dengan kumpul bersama, sebab tidak ada larangan seseorang untuk melakukan ibadah diwaktu tertentu apalagi disana ada anjuran dari rosulullah SAW untuk memperbanyak ibadah dibulan Sya`ban khususnya nisfu sya`ban sebagai mana yang dikatakan ibnu Taimiyyah:

قال ابن تيمية : ” وأما ليلة النصف فقد روى في فضلها أحاديث وآثار ونقل عن طائفة من السلف أنهم كانوا يصلون فيها فصلاة الرجل فيها وحده قد تقدمه فيه سلف وله فيه حجة فلا ينكر مثل هذا وأما الصلاة فيها جماعة فهذا مبني على قاعدة عامة في الاجتماع على الطاعات والعبادات “( ابن تيمية ،مجموع الفتاوى ، ج 23 ص 132

Artinya : Adapun malam Nisfu sya`ban banyak Hadits dan perkataan para sahabat , tabiin yang menjelaskan keutamaannya bahkan para salaf melakukan shalat pada malam tersebut dan melakukan shalat dengan sendiri itu telah dilakukan oleh salaf, makanya tidak boleh diingkari sedangkan shalat berjamaah itu masuk kaidah umum yaitu melaksanakan amal ibadah bersama-sama.
Membaca Surat Yasin
Membaca yasin selama tiga kali itu masuk katagori tawassul sebagimana yang dilakukan oleh tiga orang disaat tertutup dalam goa lalu bertawasull kepada allah dengan amal baiknya ahirnya allah pun menyelamatkan mereka,hadits ini disebutkan oleh Imam Bukhori dalam Shohinya, yang jelas para ulama sepakat bahwa seseorang diperbolehkan untuk bertawssul kepada allah dengan amal baiknya sebab melarang seseorang bertawssul dengan membaca surat yasin itu sama dengan mengingkari hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori diatas.
Sikap Para Ulama
Meramaikan malam nisfu sya`ban dengan ibadah itu telah disepakati para Madzhab Empat yaitu Madhab Hanafi, Maliki,Syafii, Hambali Adapun secara terperinci sbb:
1- Ibnu Abidin Al hanafi dalam kitab : Hasyiah Roddul Muhtar Juz 2 hal 25 begitu juga Ibnu Najem Alhanafi  dalam kitab Bahru Roiq juz 2 hal 56.
2- Imam Dasyuqi Almaliki dalam Kitab Assyrhul kabir juz 1 Hal 399.
3- Imam Syafii Dalam Kitab Umm juz 2 hal 264, Alkhatib Syirbini dalm Mughni Muhataj juz 1 hal 591.
4- IbnuTaimiyyah Alhambali dalam Kitab Majmu` Fatawa juz 23 hal 132 begitu juga Ibnu Rajab Al hambali dalam Kitab Lathiful Ma`arif hal 263 dll.

Faedah Ilmu Terletak Pada Pengamalan Dan Pencatatannya


penuntut-ilmu Al Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al Habsy (Simtudduror)
Dalam kumpulan kalam Al Habib Ali bin Muhammad bin Husain Al Habsy yang disusun oleh Habib Umar bin Muhammad Maula Khela, berjudul “Jawahirul Anfas Fii Maa Yurdli Rabban Naas” disebutkan, karena begitu bangganya kepada para penuntut ilmu Al Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi Ra pernah berkata, “Aku doakan agar kalian berumur panjang dan memperoleh fath. Ketahuilah setiap Faedah Ilmu terletak Pada Pengamalan dan Pencatatannya, orang yang mengajar sesuai dengan ilmu yang dimiliki, kelak di hari kiamat akan mendapatkan syafaat Rasulullah SAW”.

Habib Ali tak dapat menyembunyikan kegembiraannya bila melihat para pelajar, sampai-sampai beliau berucap, “Jika aku bertemu pelajar yang membawa bukunya, ingin aku mencium kedua matanya”.
Suatu ketika, tepatnya pada hari Ahad, 11 Syawal 1322 Hijriyah, Al- Habib Ali mengundang dan menjamu para pelajar di suatu tempat yang dikenal dengan nama Anisah, yakni tempat yang rindang dan sejuk karena banyaknya pepohonan, sekitar 2 Km dari kota Sewun. Kepada para pelajar itu beliau berkata, “Ketahuilah, hari ini aku mengundang kalian untuk membangkitkan semangat kalian menuntut ilmu. Giatlah belajar, semoga Allah memberkahi kalian”
Tidak itu saja, beliau mengajak para pelajar itu serius menuntut ilmu, sebagaimana dilakukan para salafus shaleh. Dikatakannya, “Bersungguh-sungguhlah dalam menuntut ilmu. Perhatikan para salaf kalian, mereka menghafal berbagai matan (naskah). Mereka telah hafal kitab Az-Zubad, Mulkah I’rob dan Al-Fiyah di masa kecilnya. Setelah dewasa ada yang telah hafal kitab Al Minhaj, Ihya’ Ulumiddin, dan lainnya”.
Beliau mengingatkan agar ketika menuntut ilmu, para pelajar tidak melalaikan peralatan tulisnya. Sebab, itu sudah menjadi kelengkapan bagi seorang penuntut ilmu yang dapat mendatangkan banyak kemanfaatan. Bahkan, menurutnya, jika tidak memperhatikan kelengkapan tersebut bisa mendatangkan aib baginya.
“Aku ingin setiap pelajar membawa alat-alat tulisnya ketika mengikuti pelajaran. Ketahuilah, keuntungan (faedah) ilmu terletak pada pengamalan dan pencatatannya. Sebaliknya, menjadi aib bagi seorang pelajar jika saat mengikuti pelajaran (menuntut ilmu) ia tidak membawa buku dan peralatan tulis lainnya,” tandasnya.
Larang Remehkan Anak-anak
Pada kesempatan tersebut, Al-Habib Ali benar-benar ingin menuntaskan nasehatnya kepada para pelajar yang amat dicintainya itu. Termasuk tidak sekali pun meremehkan nasihat yang diucapkan anak-anak. Beliau menuturkan, “Pelajarilah cara membunuh atau mengendalikan hawa nafsu, adab dan tata krama. Tuntutlah ilmu baik dari orang dewasa maupun anak-anak. Jika yang mengajarkan ilmu jauh lebih muda dari mu janganlah berkata, “Kami tidak mau belajar kepadanya, aib bagi kami”.
Habib juga mengingatkan pelajar agar tidak segan-segan mengulang pelajaran yang telah diterima dari gurunya. Malah, sebaiknya para pelajar dianjurkan untuk membacanya berkali-kali, sebelum guru pembimbing datang mengajarkan ilmunya. “Pelajarilah pelajaran yang hendak kalian bacakan di hadapan guru. Dengan demikian kalian akan memetik manfaatnya. Tauladani apa yang telah dilakukan oleh kebanyakan salaf kita, saat menuntut ilmu,” ajak beliau.
Beliau juga mencontohkan beberapa ulama besar dari kalangan aslafunas shaleh ketika mereka menuntut ilmu, diantaranya Al Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi yang membaca pelajarannya sebanyak 25 kali sebelum mengikuti pelajaran yang disampaikan gurunya. Setelah itu mempelajari lagi sebanyak 25 kali seusai menerima pelajaran dari gurunya. Bahkan, syeikh Fakhrur Razi mengulang-ulang pelajarannya sebanyak 1000 kali. “Sementara kalian hanya (baru) membuka buku ketika berada di depan guru,” tambah beliau mengingatkan.
Di tengah-tengah para pelajar yang serius mengikuti nasehat-nasehatnya, beliau mengingatkan mereka agar menjauhi sifat dengki dan iri hati. Karena kedua sifat ini dapat mencabut keberkahan ilmu yang telah diperoleh. Beliau juga menceritakan pengalamannya ketika masih belajar.
“Ketika aku masih menuntut ilmu di Mekah. Setiap malam aku bersama kakakku Husein dan Alwi Assegaf mempelajari 12 kitab Syarah dari Al Mihaj, lalu menghafalkan semuanya. Pernah pada suatu hari saat nisful lail (akhir malam) ayahku Al Habib Muhammad keluar dari kamarnya dan mendapati kami sedang belajar. Beliau berkata, Wahai anak-anakku kalian masih belajar? Semoga Allah SWT memberkati kalian”.
Bahaya Makanan Haram
Pada kesempatan lain Habib Ali menggambarkan betapa gembira Rasulullah SAW jika melihat umatnya bersungguh-sungguh thalabul (mencari) ‘ilmu, kemudian mengamalkannya, dan menyampaikan (menyebarkannya) kepada saudaranya sesama umat Islam.
Beliau berkata, “Tidak ada yang lebih menggembirakan hati Rasulullah Muhammad SAW dari melihat upaya umat beliau menuntut ilmu, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-harinya, dan menyebarkannya kepada saudaranya. Adakah yang lebih berharga dibandingkan kebahagiaan Habibi Muhammad SAW itu ? Dunia dan akhirat beserta segenap isinya tak mampu menyamai kebahagiaan beliau SAW”
Namun, beliau juga mengakui saat itu telah melihat gejala menurunnya semangat menuntut ilmu agama dan mengamalkan serta menyebarluaskannya di kalangan kaum muslimin. Menurutnya, semangat itu telah tidur terlalu lama, bahkan dikhawatirkan akan mati dalam tidurnya. Semangat itu telah hilang, cinta kepada ilmu telah menipis, keinginan berbuat kebajikan semakin melemah. Barangkali itu merupakan gejala awal rusaknya watak manusia. Putra Habib Muhammad Al-Habsyi ini menyatakan, penyebab utama semua itu adalah telah dikonsumsinya makanan haram oleh sebagian, atau bahkan kebanyakan umat Islam.
Diriwayatkan, bahwa Imam Haromain setiap kali ditanya seseorang selalu dapat menjawab. Imam Haromain adalah salah seorang yang menjadi rujukan (tempat bertanya) masyarakat di zamannya. Beliau menghafal ucapan guru beliau, Abu Bakar Al Baqillaniy yang tertulis dalam 12000 lembar kertas mengenai ilmu ushul. Sedangkan, Imam Sufyan bin Uyainah telah menghafal Al Qur’an dan menerangkan makna-maknanya di depan para ulama ketika ia masih usia 4 tahun. Kapan ia membaca Al Qur’an dan menghafalnya, serta kapan ia mempelajari makna-maknanya ?.
Namun suatu kali Imam Haromain ini tidak berkutik dan tidak dapat menjawab ketika menerima pertanyaan. Orang yang bertanya itu kemudian menanyakan mengapa sampai demikian, tidak biasanya beliau tak bisa menjawab. Lalu, Imam Haromain itu kemudian menjawab, “Mungkin ada susu yang masih tersisa di tubuhku”.
Sang penanya semakin penasaran apa yang dimaksud Imam Haromain. Dia kemudian bertanya lagi, “Apa maksudmu wahai Imam ?”. Beliau menjawab, “Dahulu ketika aku masih menyusui, ayahku sangat wara’ (berhati-hati) dalam menjaga kehalalan dan kebersihan minumanku. Beliau tidak membiarkan ibuku makan sesuatu kecuali yang benar-benar halal”.
Al Imam melanjutkan, “Suatu hari seorang budak wanita keluarga Fulan masuk ke rumah kami, tanpa sepengetahuan ibuku. Budak itu meletakkan aku di pangkuannya kemudian menyusuiku. Mengetahui hal itu ayahku sangat marah lalu memasukkan jari tangannya ke dalam mulutku, sehingga aku dapat memuntahkan semua susu yang baru saja kuminum dari budak itu. Namun, rupanya masih ada susu yang tersisa”.
Akhirnya Al Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi berwasiat kepada anak cucu dan keturunannya, termasuk kita semua, agar selalu meniru sikap dan tindakan para salaf ketika mencari ilmu dan beramal ibadah. Beliau berkata, “Wahai anak-anakku sekalian, jika kalian mau berusaha dengan sungguh-sunguh, maka bagimu kesempatan masih amat terbuka. Tauladani amal para salaf. Janganlah kalian menganggap mustahil mujahadah yang telah dilakukan orang-orang terdahulu, sebab mereka diberi kekuatan dhohir-bathin oleh Allah SWT”.
Beliau semakin menekankan perlunya mencontoh amal para salaf. Dituturkannya, “Mereka juga mempunyai niat dan tekad yang kuat untuk mencontoh para pendahulunya dalam berilmu dan beramal. Ketahuilah tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah kehidupan kaum sholihin. Jika riwayat hidup mereka dibacakan kepada orang mukmin, iman mereka akan semakin teguh kepada Allah SWT”.
Sumber catatan FB

Ilmu Adalah Fondasi Dan Amal Adalah Bangunan


ilmu Penyebutan iman dalam sebagian ayat-ayat Al Quran selalu diikuti dengan penyebutan amal shalih. Seperti Firman Allah SWT :
Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur. (Q.S. Fathir: 10)

Ada yang mengatakan, “banyak ilmu tanpa amal adalah penyebab timbulnya dosa-dosa”.
Ada lagi yang mengatakan, “Ilmu adalah fondasi dan amal adalah bangunan”. Fondasi tanpa bangunan adalah sia-sia, ada seorang berkata kepada seorang lainnya yang banyak mempelajari ilmu dan tidak mengamalkannya, “Hai Fulan, apabila engkau habiskan umurmu untuk mengumpulakan senjata, kapan engkau akan berperang?”.
Sahabat Abi Musa berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “perumpaan petunjuk dan ilmuyang Allah SWT mengutusku untuk menyiarkannya adalah seperti hujan yang banyak dan turun kebumi. Ada bumi yang subur, menerima air dan menumbuhkan tanaman serta rumput yamg banyak. Ada pula bumi yang tandus menahan air. Maka Allah SWT memberi manfaat dengannya kepada manusiahingga mereka minum darinya dan menyiram serta menanam. Hujan itu juga turun dibagian kami yang lain. Bumi itu merupakan tanah datar yang tidak menahan air dan tidak menumbuhkan tanaman. Itu adalah perumpamaan orang yang memahami tentang agama Allah SWT dan manfaat baginya ajaran yang aku diutus Allah  untuk menyebarkannya”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Ilmu itu menghidupkan hati dan arwah, sedang air menghidupkan tanah dan jiwa. Manusia telah diumpamakan dengan dengan tanah, karena  sebagiaanya subur. Hujan turun diatasnya sehingga menumbuhkan berbagai macam tumbuhan dan  tanaman seerta buah-buahan. Sebagian tanah menahan air, sehingga bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk diminum dan menyiram. Selain itu ada pula tanah yang tidak suburu sehingga tidak bisa menumbuhkan sesuatu dan tidak menahan air. Manusia begitu pula, diantara mereka ada yang belajar ilmu lalu mengamalkannya dan memberi manfaat kepada manusia, diantara mereka ada yang tidak seperti itu, yang dimaksud dengannya ialah anjuran kepada para ulama untuk menjadi tanah yang subur, sehingga memberi manfaat bagi para manusia. Maka Allah SWT meancintai mereka, karena hamba yang paling dicintai Allah SWT ialah yang paling bermanfaat bagi para hamba-Nya.
Wallahu A`lam

Hayati, Manfaat Kemuliaan Bulan Syaaban


rembulan SYAABAN yang sudah melewati pertengahan bulan adalah bulan yang penuh dengan keberkatan dan menyediakan peluang seluasnya untuk melakukan kebajikan dengan memperbanyakkan amal ibadat kepada Tuhan serta kebajikan sesama insan.
Setiap umat Islam tidak sewajarnya meninggalkan Syaaban tanpa menghayati dan menghargai kelebihannya, sebaliknya patut menjadikan Syaaban sebagai bulan percubaan membaiki diri menjadi insan cemerlang sebelum tibanya Ramadan.
Sebahagian ahli hikmah pernah berkata: Sesungguhnya Rejab adalah kesempatan untuk minta ampun daripada segala dosa, Syaaban adalah kesempatan untuk memperbaiki diri daripada segala macam cela dan Ramadan adalah masa untuk menerangkan hati dan jiwa.
Selain menggandakan puasa sunat seperti mana diamalkan Rasulullah SAW, umat
Islam digalakkan banyak berdoa terutama pada malam Nisfu Syaaban antara malam yang paling mustajab memanjatkan doa ke hadrat Allah SWT.
Malam itu juga malam pengampunan, seperti disebut dalam hadis diriwayatkan Imam Ibnu Majah yang mafhumnya: Daripada Yahya ibni Abi Khasir, daripada Irwah, daripada Aisyah berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah SWT menurunkan rahmat-Nya (memakbulkan doa) pada malam Nisfu Syaaban ke langit bawah (langit dunia), maka Allah SWT mengampunkan hamba-Nya lebih banyak bilangannya daripada bulu kambing Kabilah Bani Kalib.
Syaaban tahun ini, umat Islam diuji dengan pelbagai penyakit jiwa yang berjangkit dan merebak disebabkan tipu daya dunia serta isinya. Di kala insan lain berusaha dan berdoa siang dan malam untuk memperoleh zuriat, ada yang dianugerahkan Allah dengan cahaya mata tidak diingini.
Bayi itu dibuang bagai sampah sarap yang busuk dan jijik, sehingga menjadi habuan binatang liar yang kelaparan. Lebih daripada itu, ada yang mengambil kesempatan menjadikan bayi tidak berdosa sebagai barangan jualan sehingga mengetepikan asal usul agama dan keturunan yang sudah tentu memporak-perandakan nasabnya kelak.
Sebagai persediaan menghadapi Ramadan yang menguji kesabaran dan keimanan, sewajarnya Syaaban sebulan ini dijadikan sebagai percubaan membaiki diri supaya menjadi insan cemerlang, yang lebih baik dari tahun sebelumnya.
Jika pada Ramadan umat Islam wajib berpuasa sebulan lamanya, maka Syaaban diperbanyakkan amalan puasa sunat, lebih daripada kebiasaan. Kesempatan ini juga patut diambil untuk melatih anak berpuasa sebelum mereka wajib melakukannya pada Ramadan nanti.
Begitu juga amalan sunat lain seperti bersedekah dan solat sunat. Syaaban penuh rahmat jangan dibiarkan pergi tanpa memanfaatkan isinya semaksimum mungkin. Tambahan pula, di ambang Ramadan, umat Islam mula membuat persiapan menyambut Aidilfitri.
Amalan bersedekah sedikit sebanyak meringankan beban golongan susah dan amat mengharapkan bantuan mereka yang berkemampuan, sekurang-kurangnya apabila datangnya Ramadan, mereka sudah mampu mengukir senyum dan menunaikan ibadat wajib dengan hati yang tenang.
Qiamullail dan solat sunat di malam hari juga adalah rutin umat Islam pada Ramadan, janggal jika ditinggalkan. Namun begitu, ia sukar dilaksanakan kerana umat Islam di negara kita tidak begitu teruja memeriahkan masjid pada waktu malam dengan amalan solat sunat.
Kadangkala, amalan ini hanya banyak dilakukan di penghujung Ramadan setelah umat Islam mula merasai momentum bulan yang mulia itu, sedangkan Syawal sudah pun hampir bertandang. Maka Ramadan berlalu lagi tanpa sempat beribadah sepuas-puasnya.
Justeru, menjadikan Syaaban yang masih berbaki sebagai percubaan untuk menghadapi Ramadan adalah sebaik-baik tradisi yang perlu dicetuskan setiap umat Islam. Waktu inilah, kita perlu lupakan segala sengketa dan sejarah silam yang tidak memberi kebaikan kepada sesama manusia.
Saat ini bersatu padu di bawah panji agama, memperbanyakkan amalan sunat dan sentiasa berdoa serta merapatkan diri dengan Yang Maha Pencipta supaya kita tidak terpinggir dari golongan yang sentiasa mendapat perhatian dan kasih sayang-Nya.
Amalan malam Nishfu Sya’ban
Disunnahkan untuk memperbanyak shalat malam di malam Nisfu Sya’ban dan berpuasa keesokannya, sebagaimana Hadits Rasul saw :
“Bila sudah masuk Malam Nisfu Syaban maka bangunlah dimalamnya (perbanyak shalat malam dan dzikir) dan berpuasalah disiang harinya, sungguh Allah turun ke langit yg terendah berhadapan dg bumi saat terbenamnya matahari di hari itu (turun ke langit yg terdekat dg bumi = mendekatkan Rahmat Nya kepada hamba Nya), dan berkata: adakah yg beristighfar kuampuni dosanya, adakah yg ditimpa musibah (yg berdoa) hingga kuangkat musibahnya, adakah yg meminta rizki akan kulimpahi rizki, adakah..dan adakah.. (Rasul saw menjelaskan banyak kemuliaan malam itu dari Allah swt menjawab doa doa kita)”.
sumber :
- Tafsir Imam Qurtubi Juz 16 hal 127.
- Sunan Ibn Maajah hadits no. 1388
Walaupun ada pendapat bahwa riwayat ini tdk shahih, namun baik pula kita banyak bermunajat di malam ini karena Pengampunan Allah tercurah di malam ini, sebagaimana riwayat shahih dibawah ini.
dan Rasul saw bersabda bahwa
“malam Nisfu Sya’ban Allah mengampuni semua hamba Nya kecuali Musyrik dan orang yg suka iri dan dengki/pemfitnah.”
(Shahih Ibn Hibban hadits no.5667), (Mawarid Dhamaan hadits No.1980) (Sunan Tirmidzi hadits no.739)

wallahu A`lam…

Fadhilat Bulan Sya’ban Dan Nisfu Sya’aban


night-fairy-full-moon 1. Telah memberitahu kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah memberitahu kami Malik daripada Abi An-Nadhri daripada Abi Salamah daripada Sayyidatina ‘Aishah telah berkata : Rasulullah S.A.W berpuasa sehingga kita mengatakan dia tidak berbuka dan baginda S.A.W berbuka sehingga kami berkata dia tidak berpuasa. Dan aku tidak pernah melihat Rassulullah S.A.W menyempurnakan puasa sebulan penuh melainkan pada bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat baginda S.A.W banyak berpuasa melainkan pada bulan Sya’ban.
( Diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam sohihnya dan imam Muslim di dalam sohihnya )

2. Telah memberitahu kami Muaz bin Fudhalah telah memberitahu kami Hisham daripada Yahya daripada Abi Salamah sesungguhnya sayyidatina ‘Aishah telah memberitahunya dengan berkata : Nabi S.A.W tidak banyak berpuasa melainkan pada bulan Sya’ban, dan baginda S.A.W telah berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban. Dan adalah baginda S.A.W bersabda : Lakukanlah amalan yang mana kamu mampu membuatnya maka sesungguhnya Allah tidak membebankan ( mewajib )kamu sehingga kamu merasa berat dengan bebanan. Dan apa yang disukai oleh Rasulullah S.A.W adalah sembahyang(sunat) yang sentiasa dibuat sekalipun sedikit. Dan adalah baginda S.A.W apabila mendirikan sembahyang maka baginda S.A.W sentiasa berterusan di dalam berbuat demikian.
( Diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam sohihnya dan imam Muslim di dalam sohihnya)
3. Telah memberitahu kami Sufian bin ‘Uyainah daripada Ibn Abi Labid daripada Abi Salamah telah berkata : Aku telah bertanya Sayyidatina ‘Aishah tentang puasa Rasulullah S.A.W maka dia menjawab : Adalah baginda S.A.W berpuasa sehingga kami berkata : Sesungguhnya baginda S.A.W telah berpuasa dan baginda s.A.W berbuka sehingga kami mengatakan : Telah baginda S.A.W berbuka. Aku tidak pernah melihat baginda S.A.W berpuasa dari sebulan sahaja lebih banyak daripada puasa baginda S.A.W pada bulan Sya’ban. Kadang-kadang baginda S.A.W berpuasa Sya’ban sebulan penuh dan kadang-kadang baginda S.A.W berpuasa sedikit daripadanya.
(Diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam sohihnya)
4. Telah memberitahuku Muawiyah bin Soleh daripada Abdullah bin Abi Qais sesungguhnya dia telah mendengar Sayyidatina ‘Aishah berkata : Bulan yang disukai oleh Rasulullah S.A.W yang mana baginda S.A.W berpuasa padanya adalah bulan Sya’ban kemudian disambung puasa pada bulan Ramadhan.
( Hadis ini sanadnya Hasan dan diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasaei, Ibn Khuzaimah, Al-Baihaqi dan Al-Baghawi)
5. Telah memberitahuku Al-Maqburi daripada Abu Hurairah daripada Usamah bin Zaid telah berkata: Aku telah berkata : Wahai Rasulullah! sesungguhnya kau telah melihat engkau berpuasa pada bulan yang mana aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan yang mana engkau puasa padanya. Soal Rasulullah S.A.W : Bulan apa? Aku telah berkata: Sya’ban bulan diantara Rejab dan Ramadhan yang mana melupai manusia mengenainya(diangkat kepadaNya) segala amalan semua hamba maka aku lebih suka amalanku tidak diangkat melainkan bersamanya aku berpuasa. Mka aku berkata lagi: Aku melihat engkau berpuasa pada hari Isnin dan Khamis dan tidak mengabaikan kedua-dua hari itu.Sabda baginda S.A.W : Sesungguhnya segala amalan semua hamba akan diangkat pada kedua-dua hari itu maka aku lebih suka tidak diangkat amalanku melainkan bersamanya aku berpuasa.
( Hadis ini sanadnya Hasan dan telah dikeluarkan oleh An-Nasaei, Imam Ahmad dan imam Al-Baihaqi )
HADIS MENGENAI KELEBIHAN MALAM NISFU SYA’BAN
1. Daripada Makhul daripada Malik bin Yakhamir daripada Muaz bin Jabal daripada Nabi S.A.W telah bersabda: Sesungguhnya Allah ta’ala memerhati makhlukNya pada malam nisfu(pertengahan) daripada Sya’ban maka Dia akan mengampuni semua makhlukNya melainkan orang yang syirik atau orang yang bermusuhan.
( Hadis ini isnadnya Hasan dan dikeluarkan oleh Ibn Habban, Al-Baihaqi dan At-Thobarani )
2.Daripada Hisham bin Hassan daripada ( Al-Hasan daripada) Usman bin Abi Al-’As daripada Nabi S.A.W telah bersabda : Apabila tibanya malam nisfu (pertengahan) daripada bulan Sya’ban, pemanggil akan memang- gil : Adakah daripada mereka yang memohon keampunan maka nescaya diampun baginya ? Adakah daripada kalangan mereka yang meminta maka akan diberi? Maka tidak ada seseorang yang memohon sesuatu melainkan akan diberi melainkan penzina dengan kemaluannya ataupun orang syirik.
( Hadis ini isnadnya Hasan dan dikeluarkan oleh Al-Kharaiti, Al-Baihaqi dan imam Sayuti )
Penerangan Hadis
1. Hadis-hadis ini menjelaskan kepada kita bagaimana kelebihan bulan Sya’ban yang mana Rasulullah S.A.W sentiasa berpuasa bahkan melebihi bulan-bulan yang lain.
2. Hadis-hadis ini juga menerangkan bagaimana hukum berpuasa pada bulan Sya’ban iaitu sunat bukannya wajib. Oleh itu baginda S.A.W kadang-kadang berpuasa penuh sebulan pada bulan ini dan pada suatu ketika baginda tidak berbuat demikian. Kita perlu ingat bahawa setiap perbuatan Rasulullah S.A.W merupakan sunnah fi’liyyah (sunnah yang berasaskan perbuatan) yang boleh dijadikan hujjah di dalam mengeluarkan sesuatu hukum.
3. Baginda S.A.W juga menggalakkan kita agar di dalam melakukan sesuatu yang baik terutama dalam ibadat khusus seperti solat sunat, puasa sunat dan sedekah maka ia mestilah dilakukan secara berterusan walaupun sedikit. Kita kadang-kadang melakukan perkara ini secara banyak tetapi tidak berterusan dan ia dilakukan apabila timbulnya perasaan rajin sahaja. Ini menyebabkan kita kurang merasai hikmat dan kesan daripada amalan tersebut. Ini kerana apabila ia dilakukan secara berterusan akan mendatangkan kepada kita perasaan untuk menghisab dan menghitung diri sendiri secara berterusan dan ini akan melahirkan individu yang sentiasa berada dalam ibadat dan mengingati Allah setiap masa dan tempat sama ada ditikar sembahyang, ketika belajar mahupun ketika berkerja.
4. Galakan ini juga bertujuan untuk melatih dan membiasakan kita dengan berpuasa sebelum masuknya bulan Ramadhan yang memang kita mesti berpuasa padanya.
5. Baginda juga menekankan bagaimana seseorang muslim mesti percaya bahawa setiap amalan yang dilakukan bukanlah sia-sia malah ia akan diangkat kepada Allah untuk dihisab kualitinya. Apabila perasaan ini timbul sepanjang kehidupan dan peribadatan kita seharian akan menyebabkan kita semakin yakin kepada balasan Allah terhadap apa yang telah kita sama-sama tunaikan. Ini dapat menghindarkan diri daripada melakukan sesuatu ibadat sambil lewa dan penuh dengan perasaan malas dan juga mampu memberi peringatan agar jangan mendekati segala maksiat kerana setiap gerak laku kita diperhati dan dihisab oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
6. Baginda S.A.W juga menjelaskan bagaimana adanya waktu-waktu tertentu yang mempunyai kelebihannya tersendiri seperti pada hari Isnin dan Khamis serta pada bulan Sya’ban terutama pada malam pertengahan bulannya. Baginda S.A.W juga mengajar kita agar menggunakan kesempatan yang ada dengan berdoa dan beribadah kepada Allah.
7. Islam mengajar kita agar menjaga masa dan menggunakan peluang yang ada untuk beribadat bukannya dihabiskan begitu sahaja disebabkan kita tidak merasa berdosa apabila tidak mempedulikan masa. Orang kafir mapu menjaga masa dan menggunakan masa untuk perkara berfaedah serta tidak kurang juga digunakan untuk mengatur strategi di dalam menyerang Islam. Adakah kita terus hanyut dibuai mimpi sedangkan musuh Islam telah lama merancang untuk menghancurkan kita.
8. Islam mahu melahirkan umat yang berkualiti dalam ibadat, masa dan pekerjaan yang mana ia tidak menyuruh kita sekadar menunaikan ibadat khusus seperti sembahyang, puasa dan bersedekah sahaja tetapi juga menekankan agar setiap ibadat yang dilakukan mampu melahirkan umat yang sedar siapa mereka dan apa tanggungjawab mereka. Ingatlah bahawa Rasulullah S.A.W pernah memarahi sahabat yang hanya mahu beribadat khusus sahaja sedangkan baginda S.A.W sendiri bukan sahaja merupakan orang yang kuat beribadat khusus, memohon keampunan malah baginda juga sebagai bapa, suami, ahli masyarakat dan juga yang paling besar dan berat adalah sebagai pemimpin negara. Semuanya dikira ibadat jika dilakukan mengikut landasan Islam. Kita jangan termakan dengan dakyah sesat golongan kuffar yang menyatakan ibadat adalah perkara yang berkaitan dengan sembahyang, puasa, haji dan ibadat khusus yang lain sahaja tanpa mempedulikan kewajipan kita yang besar seperti tanggungjawab terhadap kerja, keluarga, masyarakat setempat dan juga pemerintahan negara.
9. Islam mencela mereka yang syirik, berzina dan bermusuhan yang mana doa mereka tidak dimaqbulkan.
Bibiografi
1. Fathul Bari syarah sohih Bukhari oleh Ibnu Hajar jilid 4 cetakan Maktabah Al-Risalah Al-Hadisah
2. Syarah Sohih Muslim oleh imam An-Nawawi jilid 15/16 cetakan Darul Makrifah
3. Kitab Fadahailul Auqat oleh Abi Bakar bin Al-Husin Al-Baihaqi di kaji oleh Adnan Abdul Rahman Majid Al-Qaisi cetakan Maktabah Al-Manarah Makah Mukarramah

Kelebihan Syaaban Dan Malam Nisfu Syaaban


bulan Kelebihan bulan Syaaban dan malam Nisfu Syaaban, saya nukilkan beberapa hadis dari kitab Sahih Al-Bukhari dan kitab Al-Mutajir Ar-Raabih fi thawab Al-Amal As-Soleh karangan Al-Hafiz Ad-Dimyaty. “Nisfu” bermakna separuh atau 14hb. Kitab Sahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim adalah rujukan paling utama dalam Islam selepas Al-Quran.

Abdullah b Yusuf menyampaikan kepada kami, dari Malik, dari Abi An-Nadr, dari Abi Salamah, dari Aisyah ra. dia berkata (bermaksud), “Adalah Rasulullah saw berpuasa sehingga kami mengatakan dia tidak berbuka. Dia saw berbuka sehingga kami mengatakan dia tidak berpuasa. Aku tidak pernah melihat Nabi saw berpuasa penuh satu bulan melainkan (dalam bulan) Ramadan. Aku tidak pernah melihat dia saw berpuasa lebih banyak selain dari bulan Syaaban” (Hadis Sahih No. 1969 riwayat Imam Al-Bukhari).
Muaz bin Fadhalah menyampaikan kepada kami, dari Hisyam bin Yahya, dari Abi Salamah, bahawa Aisyah ra meriwayatkan kepadanya dengan berkata, “Nabi saw tidak pernah berpuasa dalam satu bulan lebih banyak dari bulan Syaaban. [Nabi saw berpuasa bulan Syaaban semuanya - lafaz Al-Bukhari]. Nabi saw bersabda, “Beramallah dengan mengikut kemampuan kamu, kerana sesungguhnya Allah tidak akan jemu sehingga kamu yang jemu (dulu – pent)”. Aisyah ra menyambung,“Solat yang paling disukai Nabi saw ialah solat yang dikerjakan berterusan walaupun sedikit. Adalah Nabi saw apabila solat, dia mengerjakannya secara konsisten” (Hadis Sahih No. 1970 riwayat Imam Al-Bukhari).
Abu Mikmar menyampaikan kepada kami dari Abdul Warith, dari Abu At-Tayyah, dari Abu Uthman, dari Abu Hurairah ra. berkata (bahawa) kekasihku (Nabi saw) telah mewasiatkan kepadaku 3 perkara (iaitu) puasa 3 hari setiap bulan (13, 14 dan 15hb), 2 rakaat Dhuha dan Solat Witir sebelum aku tidur”. (Hadis Sahih No. 60 riwayat Imam Al-Bukhari).
Abdullah bin Maslamah menyampaikaan kepada aku dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Abi Salamah dan ayahku Abdullah Al-Agharry, dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Rasulullah saw bersabda (bermaksud) “Tuhanku tabaaraka wa taala turun ke langit dunia setiap malam bila tinggal 1/3 akhir malam dan berfirman: Mana orang yang berdoa kepada aku, untuk Aku memperkenankan doanya ? Mana orang yang meminta kepada Aku, untuk Aku berikan kepadanya ? Mana orang yang memohon keampunan Ku, untuk Aku mengampuninya ? (Hadis Sahih No. 1145 riwayat Imam Al-Bukhari).
Di dalam Hadis-hadis Sahih riwayat Imam Al-Bukhari di atas, tidak disebut secara khusus puasa sunat hari Nisfu Syaaban ie. 14 atau 15hb Syaaban, namun disebut secara khusus berpuasa sunat pada 13, 14 dan 15hb setiap bulan yang mana termasuklah didalamnya hari pertengahan Syaaban (nisfu Syaaban). Di dalam hadis Sahih Al-Bukhari diatas juga tidak disebut secara khusus berqiamullail malam Nisfu Syaaban, tetapi disebut berqiamullail disetiap malam, dan yang mana ini termasuklah malam pertengahan Syaaban (nisfu Syaaban).
Adapun berqiamullail pada malam Nisfu Syaaban dan berpuasa pada siang harinya, dengan secara khusus menyebut kalimat “Nisfu Syaaban”, status hadis-hadisnya (sahih, hasan sahih, hasan, dhaif, maudhuk dll) adalah menjadi perbincangan akademik para ulamak hadis. Jika tidak mencapai ke tahap Sahih, ia tidak boleh dijadikan hujah Syarak, namun jika dipadankan dengan Hadis-hadis Sahih riwayat Imam Al-Bukhari diatas, ia boleh dijadikan panduan untuk Fadhail A’mal (Fadhilat-fadhilat Amal Ibadah) dalam Islam. “Tiada halangan dibuat penyiasatan ilmiah yang bersih dalam masalah khilaf dalam suasana kasih sayang di jalan Allah dan bekerjasama kearah mencapai perkara yang sebenar, tanpa usaha tersebut membawa kepada perdebatan yang tercela dan taksub” (Imam Hasan Al-Banna).
Akhirnya nanti, secara amalinya, bangun malam (qiamullail) dan berpuasa 14hb Syaaban adalah ibadah yang Syar’iyy, merupakan salah satu taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) dan bukan bid’ah.
Berikut adalah sebahagian hadis-hadis berkenaan Nisfu Syaaban dari kitab Al-Mutajir Ar-Raabih fi thawab Al-Amal As-Soleh karangan Al-Hafiz Ad-Dimyaty:
Dari Usamah b Zaid ra berkata, “Aku bertanya, ya Rasulullah. Aku tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam bulan-bulan lain sepertimana engkau berpuasa dibulan Syaaban”. Rasulullah bersabda, “Ia adalah bulan yang manusia lalai terhadapnya, diantara Rejab dan Ramadan. Ia adalah bulan yang diangkat amalan-amalan kepada Tuhan sekelian alam, maka aku suka amalanku diangkat sedang aku berpuasa” (riwayat An-Nasaie).
Dari At-Tarmizi dengan sanad-sanadnya dari Anas ra. dia berkata, “Nabi saw ditanya apakah bulan selepas Ramadan yang terafdhal berpuasa”. Nabi saw menjawab bermaksud, “Bulan Syaaban kerana untuk mengagungkan Ramadan”. Nabi saw ditanya lagi, “Sedekah apakah yang terafdhal?”. Nabi saw menjawab, “Sedekah dibulan Ramadan”. Kata At-Tarmizi, hadis ini hadis Hasan Sahih.
Dari Ibnu Majah dari Ali ra. dari Nabi saw bersabda bermaksud, “Apabila tiba malam Nisfu Syaaban, lalu berqiyamullail pada malamnya, dan berpuasa di siangnya, maka sesungguhnya Allah swt turun ke langit dunia ketika matahari terbenam dan berfirman, “Adakah disana orang yang memohon keampunan, lalu Aku mengampunkan dia ? Adakah di sana orang yang memohon rezeki, lalu Aku memberi dia rezeki ? Adakah di sana orang yang di beri ujian bala bencana, lalu Aku menyejahterakan dia ? Adakah di sana … adakah di sana … ? sehingga terbit fajar”.
Dari Al-Baihaqy dengan sanad-sanadnya dari Aisyah ra. bahawa Nabi saw bersabda bermaksud, “Jibril telah mendatangi aku dan berkata: Malam ini adalah malam Nisfu Syaaban. Pada malam itu Allah membebaskan hamba-hamba dari siksaan Api Neraka seramai bilangan kambing Bani Kalb (merentasi satu tempat) selama sebulan. pada malam itu Allah tidak menoleh kepada orang yang melakukan syirik, pengadu domba (kaki batu api), pemutus silaturrahim, penderhaka kepada kedua ibu bapa dan orang yang ketagih arak”. Bani Kalb adalah kabilah Arab yang terbesar atau yang memiliki bilangan kambing yang terbanyak.
Akhir kata, Allahumma a’inni ala zikrika wa syukrika wa husni ibadatik (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingati, mensyukuri dan beribadah kepadaMu). Ameen ya rabbal alameen…

Sumber: http://pondokhabib.wordpress.com